Foomer Official – Di tengah tantangan lingkungan yang kian kompleks, sebuah inisiatif sosial menarik perhatian. Program PNM (Permodalan Nasional Madani) hadir dengan semangat pemberdayaan. Lewat skema pembiayaan dan pelatihan, warga diberdayakan untuk mengelola sampah. Bukan sekadar membuang, tapi mengubah limbah menjadi produk bernilai jual. Langkah ini selaras dengan misi ekonomi sirkular yang kini digalakkan global. Salah satu bentuk konkretnya adalah pelatihan daur ulang plastik dan organik. Warga yang sebelumnya tak paham kini menjadi pelaku bisnis mandiri. Mereka memanfaatkan sampah rumah tangga sebagai bahan baku utama. Dari sana tercipta produk seperti pot tanaman, paving block, hingga kompos. Inisiatif ini menyasar masyarakat prasejahtera yang selama ini termarjinalkan ekonomi.
PNM tak hanya memberikan modal finansial semata. Mereka juga menghadirkan pelatihan intensif bagi masyarakat desa dan pinggiran kota. Materi pelatihan meliputi pemilahan sampah, teknik pengolahan, hingga pemasaran produk. Pendampingan dilakukan oleh mentor yang berasal dari praktisi langsung. Setiap kelompok warga dibina dalam kelompok usaha mikro terpadu. Dalam pelatihan itu, warga diajari cara membuat kompos dari limbah dapur. Mereka juga belajar mendaur ulang botol plastik menjadi kerajinan tangan. Bahkan sebagian peserta berhasil memasarkan hasil karya hingga luar kota. Pelatihan ini juga memperkuat kesadaran lingkungan di komunitas lokal. Warga jadi lebih peduli terhadap kebersihan dan pengelolaan sampah harian.
“Baca Juga : Pro dan Kontra Tol Cisumdawu Gratis, Ini Kata Pakar Transportasi”
PNM menggelontorkan bantuan dalam bentuk pembiayaan ultra mikro. Jumlahnya bervariasi tergantung kebutuhan dan skala usaha tiap warga. Dengan sistem cicilan ringan dan tanpa agunan, modal jadi lebih mudah diakses. Hal ini membuka peluang besar bagi ibu rumah tangga memulai bisnis. Mereka yang sebelumnya hanya mengandalkan penghasilan suami kini bisa mandiri. Bahkan beberapa kelompok usaha telah membukukan omzet jutaan rupiah tiap bulan. Bisnis daur ulang ini juga menciptakan lapangan kerja lokal. Para remaja dan lansia pun turut terlibat dalam proses produksi. Secara perlahan, roda ekonomi desa mulai bergerak dari kegiatan ini. PNM terus memantau perkembangan tiap kelompok melalui sistem digital. Data kemajuan usaha dikumpulkan dan dianalisis untuk peningkatan program.
Selain aspek ekonomi, program ini juga berdampak pada pola hidup warga. Kini, banyak keluarga yang memisahkan sampah sejak dari dapur. Botol, plastik, dan limbah organik dikumpulkan dalam wadah berbeda. Hal ini menurunkan jumlah sampah yang dibuang ke TPA setiap minggu. Beberapa desa bahkan menetapkan jadwal khusus untuk pengumpulan sampah bernilai daur ulang. Anak-anak sekolah juga ikut terlibat dalam kegiatan edukasi lingkungan. Mereka belajar pentingnya menjaga bumi sejak usia dini. Lingkungan desa menjadi lebih bersih dan nyaman untuk ditinggali. Dengan perubahan ini, masyarakat menjadi lebih tanggap terhadap isu ekologi. Gaya hidup minim limbah kini mulai diterapkan perlahan namun pasti.
“Simak juga: Bank Mega Syariah Kucurkan Dana ke BRMS, Ini Proyeksinya”
Di Desa Karangjati, Jawa Tengah, kelompok ibu-ibu berhasil membuat paving block dari sampah plastik. Produk mereka kini dipakai sebagai pelapis jalan desa setempat. Di Bandung, sekelompok pemuda menciptakan pot tanaman dari botol air mineral. Produk tersebut dijual lewat marketplace dengan label “Hijau Mandiri”. Bahkan di Nusa Tenggara Barat, program ini merambah sektor pariwisata. Sampah di kawasan pantai kini diolah menjadi souvenir untuk wisatawan. PNM menyebut ada lebih dari 300 kelompok usaha aktif di seluruh Indonesia. Tiap kelompok memiliki cerita sukses dan tantangannya masing-masing. Mereka membuktikan bahwa daur ulang bisa jadi sumber penghidupan baru. Dari tumpukan sampah, lahir keberkahan ekonomi dan perubahan sosial.