Foomer Official – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan tetap menguat meski pasar sedang menghadapi volatilitas tinggi. Kepala Riset & Kepala Ekonom Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, menyebutkan bahwa pasar saham Indonesia masih memiliki prospek positif karena dukungan dari kebijakan fiskal yang lebih pro‑pertumbuhan dan fundamental makroekonomi yang kokoh. Menurut saya, tren ini menunjukkan bahwa pasar lokal mulai menemukan pijakan stabil meski angin global tak menentu.
Rully menilai bahwa penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan akan mengubah arah kebijakan menjadi lebih agresif memacu pertumbuhan. Namun, dia juga menekankan perlunya menjaga disiplin fiskal agar defisit tak melebar. Bagi saya, kombinasi pertumbuhan dan tanggung jawab anggaran adalah rumus yang tepat agar stimulus tak berubah jadi beban di masa mendatang.
“Baca Juga : Warga Negara Asing untuk BUMN? Pandangan Mensesneg Prasetyo Hadi”
Pasar saat ini dipengaruhi oleh berbagai elemen mulai dari ketidakpastian global, naiknya harga emas, hingga arus keluar modal asing dari pasar obligasi (sekitar Rp 45,8 triliun pada periode September–Oktober). Meskipun demikian, sejak awal tahun investor asing masih tercatat melakukan net buy di pasar saham. Ini menunjukkan bahwa sebagian investor masih melihat peluang jangka menengah.
Menghadapi kondisi tak menentu, tim riset Mirae Asset merekomendasikan strategi buy on weakness membeli ketika harga saham melemah tapi fundamentalnya solid. Saham-saham unggulan seperti TLKM, TOWR, MTEL, JPFA, KLBF, dan BRPT dipilih karena potensinya untuk pulih di kuartal IV‑2025. Saya melihat ini sebagai saran realistis: jangan mengejar puncak, tapi menangkap koreksi sebagai peluang.
“Simak Juga : Paket Stimulus Ekonomi: BLT & Pemagangan untuk Masyarakat”
Pada penutupan Kamis, IHSG naik 73,58 poin (0,91 %) ke level 8.124,75. Selama sesi kedua pasar bergerak relatif volatil, dengan titik tertinggi 8.148,04. Dari 803 saham yang diperdagangkan, 412 melonjak, 250 melemah, dan 141 stagnan. Volume transaksi mencapai Rp 19,46 triliun dengan 27,17 miliar saham diperdagangkan. Data ini menggambarkan bahwa meski ada ketidakpastian, likuiditas dan minat masih tinggi.
Walau prediksi pasar menjanjikan, risiko tetap ada. Gejolak eksternal seperti perang, suku bunga global, dan inflasi bisa menyeret pasar. Selain itu, eksekusi kebijakan internal sangat menentukan jika stimulus tak tepat sasaran atau regulasi berubah, optimisme bisa padam. Bagi saya, investor perlu tetap fleksibel, menjaga modal, dan tidak terlalu agresif meski peluang bagus terbuka.