
Foomer Official – Kabar perceraian Raisa dan Hamish Daud menjadi sorotan besar di dunia hiburan Indonesia. Gugatan cerai yang diajukan Raisa melalui sistem e-court Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada Rabu (22/10/2025) mengejutkan banyak orang. Setelah delapan tahun bersama, pasangan yang selalu tampak harmonis di media sosial ini memutuskan untuk berpisah. Banyak warganet merasa kehilangan sosok pasangan panutan yang sering dijadikan simbol cinta ideal. Namun di balik sorotan kamera dan unggahan indah di Instagram, tak ada yang benar-benar tahu apa yang mereka alami. Kisah Raisa dan Hamish menjadi pengingat bahwa kehidupan publik figur tidak selalu seindah yang terlihat, dan media sosial sering kali hanya menampilkan sisi terbaik dari realitas yang jauh lebih kompleks.
Menurut Psikolog Klinis Winona Lalita R., M.Psi., tekanan dari publik bisa memperburuk kondisi emosional seseorang, terutama bagi figur publik yang tengah menghadapi masalah pribadi. Dalam wawancara bersama Kompas.com, Winona mengutip hasil studi tahun 2022 tentang parasocial aggression, yang menunjukkan bahwa reaksi publik dapat menambah stres bagi selebritas yang sedang berpisah. Setiap komentar, spekulasi, atau bahkan candaan di media sosial bisa memperdalam luka emosional mereka. Banyak yang lupa bahwa di balik ketenaran dan citra sempurna, figur publik tetap manusia dengan batas emosi dan rasa lelah. Mereka tidak hanya menghadapi persoalan rumah tangga, tetapi juga tekanan opini dari ribuan orang yang tak benar-benar mengenal mereka secara pribadi.
Media sosial kini menjadi ruang di mana siapa pun bisa berpendapat, namun tidak semua komentar membawa kebaikan. Winona menjelaskan bahwa komentar netizen dapat berpengaruh besar terhadap kesehatan mental seseorang, apalagi bagi yang sedang berada di masa sulit seperti perceraian. “Bayangkan jika kita sedang menghadapi masalah pribadi, lalu orang asing berkomentar seolah tahu segalanya itu pasti tidak nyaman,” ujarnya. Banyak orang tidak sadar bahwa kalimat sederhana seperti “Sayang sekali, padahal tampak bahagia” bisa menjadi beban tambahan bagi yang sedang terluka. Komentar yang terlihat ringan dapat meninggalkan dampak emosional yang dalam. Karena itu, empati digital sangat penting berpikir sebelum mengetik bisa menjadi bentuk dukungan paling sederhana namun berarti.
Perceraian bukan sekadar berita hiburan, melainkan persoalan pribadi yang menyentuh sisi terdalam kehidupan seseorang. Winona Lalita menekankan bahwa masalah rumah tangga adalah hal yang sangat sensitif dan tidak pantas dijadikan bahan spekulasi publik. “Saat seseorang sedang menghadapi perceraian, reaksi publik yang cepat menyimpulkan atau menyebarkan narasi belum terbukti bisa sangat merugikan,” jelasnya. Dalam konteks Raisa dan Hamish, banyak warganet dengan mudah membuat teori dan dugaan tanpa mengetahui fakta sebenarnya. Padahal, hal seperti ini justru dapat memperkeruh situasi. Winona mengingatkan agar masyarakat menahan diri, tidak terburu-buru mengambil kesimpulan dari potongan informasi yang berseliweran di media sosial.
Spekulasi publik terhadap kehidupan pribadi selebritas sering berkembang liar dan sulit dikendalikan. Winona mengimbau agar warganet selalu melakukan cek fakta sebelum ikut menyebarkan narasi. “Sebagai netizen, kita perlu aktif memverifikasi informasi agar tidak menjadi bagian dari rantai penyebaran hoaks,” ujarnya. Dalam kasus seperti Raisa dan Hamish, satu komentar yang salah bisa menimbulkan gelombang reaksi yang memperburuk keadaan. Terkadang, opini publik yang berawal dari rasa ingin tahu berubah menjadi tekanan sosial yang tak manusiawi. Mengedepankan empati dan kesadaran digital menjadi langkah kecil namun penting untuk menjaga ruang daring tetap sehat. Dunia maya seharusnya menjadi ruang berbagi, bukan ruang menghakimi.
“Simak Juga : Raisa dan Hamish Daud Resmi Umumkan Perceraian Setelah 8 Tahun Menikah”
Kasus Raisa dan Hamish Daud membuka mata banyak orang tentang betapa menipisnya batas antara kehidupan pribadi dan publik di era media sosial. Banyak pasangan tampak sempurna di layar, namun realitas di baliknya sering kali berbeda. Winona Lalita mengingatkan bahwa unggahan di media sosial bukan cerminan utuh dari kehidupan seseorang. “Kita hanya melihat potongan kecil dari kisah mereka, bukan keseluruhan perjalanan,” ujarnya. Ketika publik terlalu memuja atau menilai dari tampilan luar, tekanan bagi figur publik semakin besar. Hubungan manusia seharusnya diukur dari komunikasi, komitmen, dan kejujuran bukan dari jumlah likes atau komentar di media sosial.
Dari kisah Raisa dan Hamish Daud, kita belajar bahwa cinta tidak selalu harus berakhir bahagia di mata publik. Kadang, perpisahan adalah cara terbaik untuk menjaga kesehatan emosional dan menghargai diri sendiri. Sebagai penonton, kita perlu memahami bahwa kehidupan mereka bukan tontonan yang harus dikomentari tanpa batas. Setiap pasangan memiliki perjalanan, perjuangan, dan luka yang mungkin tak terlihat. Alih-alih menambah tekanan dengan opini, kita bisa memilih untuk diam dan menghormati proses mereka. Empati, baik di dunia nyata maupun digital, adalah kunci agar ruang publik tetap manusiawi tempat di mana setiap orang, termasuk figur publik, berhak untuk beristirahat dari sorotan dan menyembuhkan diri.