Foomer Official – Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya memberikan penjelasan mengenai hasil pertemuannya dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Pertemuan tersebut membahas kendala masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam mengakses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi. Awalnya, laporan menyebut ada 111.000 calon pembeli rumah yang gagal karena terkendala Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK, atau yang dulu dikenal sebagai BI Checking. Namun setelah ditelusuri, jumlah sebenarnya jauh lebih kecil.
Purbaya menegaskan, pembersihan data SLIK bukan solusi tunggal bagi masalah permintaan perumahan. “Sepertinya menghapus nama dari SLIK tidak akan menyelesaikan persoalan demand untuk perumahan BP Tapera,” ujarnya.
Dari sisi analisis, hal ini menarik karena selama ini publik menilai hambatan KPR bersumber dari regulasi keuangan. Faktanya, justru ada faktor lain yang lebih kompleks mulai dari ketidaksesuaian kemampuan bayar, proses administrasi pengembang, hingga kurangnya minat beli akibat daya beli yang stagnan. Ini menggambarkan bahwa masalah hunian untuk masyarakat kecil tak bisa disederhanakan hanya pada aspek kredit.
“Baca Juga : Hakim yang Dilaporkan Tom Lembong Tetap Berpraktek Saat Pemeriksaan Berjalan”
Purbaya juga meminta BP Tapera bersama pengembang untuk menyisir ulang data calon pembeli rumah. Tujuannya adalah menemukan masyarakat yang layak menerima pembiayaan KPR bersubsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Saya menilai langkah ini penting. Tanpa pemetaan ulang, program perumahan berpotensi tidak tepat sasaran. Dengan basis data yang akurat, pemerintah bisa menyalurkan subsidi secara efisien dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap program hunian rakyat. Pendekatan ini juga dapat memunculkan potensi pembeli baru menjelang akhir tahun, yang pada gilirannya mendorong aktivitas sektor konstruksi.
Dalam pernyataannya, Purbaya menyebutkan harapannya agar permintaan rumah meningkat menjelang akhir tahun. “Saya harap sisa Oktober, November, Desember 2025 ada banyak pembeli baru rumah supaya pembangunannya bisa lebih cepat. Saya perlu ekonomi tumbuh lebih cepat dari sekarang,” ungkapnya.
Secara ekonomi, sektor properti memang memiliki efek ganda (multiplier effect) besar terhadap pertumbuhan nasional. Setiap pembangunan rumah baru akan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan permintaan bahan bangunan, serta memperkuat daya beli masyarakat. Jadi, mendorong akses rumah murah bagi MBR bukan hanya soal kesejahteraan, tapi juga strategi memperkuat perekonomian.
“Simak Juga : HSBC Indonesia Perluas Layanan Premier Lewat Wealth Center Kedua di Jakarta”
Sebelumnya, Purbaya bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait telah sepakat untuk mengambil langkah terobosan: memutihkan utang kecil masyarakat di bawah Rp1 juta. Kebijakan ini ditujukan bagi 111.000 calon nasabah KPR yang kesulitan mengakses pembiayaan akibat catatan kredit minor di SLIK.
Bagi saya, keputusan ini cukup progresif. Dengan menghapus catatan utang kecil, pemerintah berupaya membuka jalan bagi masyarakat yang sebenarnya mampu membayar cicilan namun terhambat oleh teknis administrasi. Kebijakan ini juga memperlihatkan empati terhadap kondisi ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah yang terdampak fluktuasi ekonomi.
Ke depan, tantangan bagi BP Tapera dan pemerintah adalah memastikan program KPR subsidi benar-benar inklusif dan berkelanjutan. Artinya, tidak hanya memberi akses, tetapi juga menjamin nasabah dapat mempertahankan pembayaran secara konsisten. Selain itu, pengawasan terhadap developer dan lembaga keuangan perlu diperkuat agar tidak ada penyimpangan dalam penyaluran dana.
Saya melihat, jika langkah-langkah ini dijalankan dengan baik, sektor perumahan bisa menjadi motor pertumbuhan baru bagi ekonomi nasional. Bukan hanya menyediakan rumah, tetapi juga membangun kepercayaan antara pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat.