Blokir Rekening Nganggur, PPATK Disebut Langgar 5 Undang-Undang Sekaligus
Foomer Official – Dalam beberapa bulan terakhir, publik dikejutkan dengan langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir jutaan rekening dormant. Kebijakan ini menuai kontroversi, terutama setelah Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Mufthi Mubarok, menyatakan bahwa PPATK diduga melanggar lima Undang-Undang sekaligus.
Menurut Mufthi Mubarok, pemblokiran rekening pasif oleh PPATK tidak hanya menyalahi prosedur, tetapi juga mencederai hak-hak masyarakat sebagai konsumen dan warga negara. Ia menyebut bahwa tindakan ini telah melanggar Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, serta Undang-Undang Perbankan. Dengan alasan tersebut, banyak pihak menilai bahwa PPATK bertindak di luar batas kewenangannya.
Baca Juga : Mencoba Shawarma Vegetarian, Dagingnya Diganti Protein Soya
Lebih lanjut, Mufthi mengungkapkan bahwa banyak laporan diterima pihaknya dari nasabah yang tidak mendapatkan pemberitahuan apapun sebelum rekening mereka dibekukan. Mereka tiba-tiba tidak bisa bertransaksi, tanpa kejelasan apakah mereka terlibat dalam aktivitas mencurigakan atau tidak. Hal ini menurutnya sangat tidak adil karena hanya berdasarkan dugaan terhadap satu atau dua pihak, jutaan rekening lainnya turut menjadi korban.
Di sisi lain, PPATK menyatakan bahwa tindakan mereka didasarkan pada temuan selama lima tahun terakhir. Mereka mendapati bahwa rekening dormant kerap menjadi sasaran kejahatan keuangan. Mulai dari korupsi, pencucian uang, transaksi narkotika, judi daring, hingga penampungan hasil kejahatan siber. Oleh karena itu, mereka menilai tindakan pemblokiran sebagai langkah preventif untuk melindungi pemilik rekening yang sah.
Sejak Mei 2025, PPATK telah memblokir sekitar 31 juta rekening yang dikategorikan sebagai dormant, dengan total nilai yang mengejutkan mencapai Rp 6 triliun. Meskipun langkah ini diklaim sebagai perlindungan, tetapi tidak sedikit pihak yang mempertanyakan transparansi dan akuntabilitasnya. Terlebih, belum ada mekanisme yang jelas mengenai bagaimana pemilik rekening dapat mengakses kembali dana mereka.
Dengan polemik ini, muncul dorongan agar pemerintah segera menyusun regulasi yang lebih jelas terkait pengelolaan rekening dormant. Langkah ini penting untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan terhadap sistem keuangan negara dan hak individual warga. Tanpa kejelasan hukum, potensi penyalahgunaan wewenang bisa semakin meningkat.
Sebagai lembaga yang bertugas mengawasi transaksi keuangan mencurigakan, PPATK memang memegang peranan penting dalam menjaga integritas sistem keuangan nasional. Namun, setiap langkah yang diambil harus sejalan dengan hukum yang berlaku dan menjunjung hak asasi manusia. Transparansi dan komunikasi yang baik terhadap publik akan menjadi kunci dalam menyelesaikan konflik ini. Jika tidak, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi pengawas keuangan bisa terus menurun.