Foomer Official – Di tengah dinamika ekonomi yang belum stabil, kolaborasi antara Easycash dan Bank Saqu menjadi angin segar. Mereka bekerja sama untuk memperluas akses pembiayaan bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Kolaborasi ini bukan hanya soal bisnis, tetapi juga bentuk nyata dari upaya memperkuat fondasi ekonomi kerakyatan. Lewat skema loan channeling, keduanya ingin menyalurkan dana yang tepat sasaran. Tujuannya adalah membantu UMKM bertahan, berkembang, dan bersaing di era digital. Selain itu, kerja sama ini juga menjadi simbol bahwa kolaborasi lebih efektif dibandingkan kompetisi. Di balik kesepakatan itu, tersimpan harapan baru bagi para pelaku usaha yang selama ini sulit mengakses pembiayaan formal.
Menyasar yang Tak Tersentuh: Unbanked dan Underbanked
Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, tingkat inklusi keuangan Indonesia telah mencapai 92,74 persen. Namun, literasi keuangan baru berada di angka 66,64 persen. Ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang sudah punya akses, tetapi belum memahami cara mengelola keuangan dengan baik. Di sisi lain, masih banyak pelaku usaha yang belum tersentuh layanan perbankan. Mereka tergolong dalam kelompok unbanked dan underbanked. Maka dari itu, Easycash dan Bank Saqu hadir untuk menjawab kebutuhan tersebut. Melalui pendekatan teknologi dan pendampingan finansial, mereka ingin membawa layanan pembiayaan ke masyarakat yang paling membutuhkan. Tidak hanya memberikan dana, tetapi juga menanamkan pemahaman dan kepercayaan.
“Baca Juga : Produksi Emas Freeport Anjlok: Dampak Longsor Bawa Efek Panjang hingga 2026”
Sinergi dengan Regulasi: Sejalan POJK 40 Tahun 2024
Kolaborasi ini juga sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melalui POJK Nomor 40 Tahun 2024, OJK mendorong sinergi antara lembaga keuangan, termasuk bank dan platform fintech. Easycash dan Bank Saqu menjawab dorongan tersebut dengan langkah konkret. Mereka memadukan kekuatan teknologi dan stabilitas perbankan dalam satu ekosistem. Dalam model ini, Easycash menangani proses distribusi pinjaman. Sementara itu, Bank Saqu menyediakan pendanaan dan jaminan dari sisi regulasi. Ini membuktikan bahwa aturan tak selalu membatasi. Justru bisa menjadi pijakan untuk mendorong inovasi. Dengan mengikuti regulasi, kolaborasi ini menjadi lebih aman, terukur, dan berkelanjutan.
Menjawab Kesenjangan Literasi dan Akses Keuangan
Sering kali, masalah pembiayaan tidak hanya tentang ketersediaan dana. Tapi juga karena rendahnya pemahaman finansial masyarakat. Easycash dan Bank Saqu menyadari tantangan tersebut. Oleh karena itu, mereka tidak hanya menawarkan layanan pinjaman. Mereka juga mengedukasi pengguna agar lebih paham tentang risiko, kewajiban, dan manfaat pembiayaan. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya menjadi penerima, tetapi juga bagian aktif dari ekosistem keuangan. Setiap langkah transaksi dibuat transparan. Setiap proses dilengkapi panduan yang mudah dipahami. Ini adalah langkah penting untuk menjembatani kesenjangan yang selama ini menghambat pertumbuhan pelaku usaha kecil.
Teknologi dan Transparansi sebagai Fondasi Utama
CEO Easycash, Nucky Poedjiardjo, menegaskan bahwa teknologi canggih menjadi kekuatan utama dalam kolaborasi ini. Sistem penilaian risiko berbasis AI memungkinkan proses pinjaman berjalan cepat dan efisien. Pengguna cukup mengajukan secara digital dan menunggu verifikasi. Di sisi lain, transparansi juga dijunjung tinggi. Kedua pihak menjamin perlindungan data pengguna dan kepatuhan terhadap regulasi. Ini penting untuk membangun kepercayaan, terutama di kalangan masyarakat yang masih ragu terhadap layanan keuangan digital. Kolaborasi ini memberi rasa aman tanpa mengorbankan kecepatan dan kemudahan. Dengan sistem yang adil dan terbuka, semua pihak bisa merasa dilindungi.
Menguatkan Ekonomi Akar Rumput dari Bawah
Dampak paling nyata dari kerja sama ini adalah pada pelaku usaha di lapisan bawah. Banyak di antara mereka yang tidak punya akses modal, meski usahanya punya potensi berkembang. Kini, dengan dukungan Easycash dan Bank Saqu, mereka bisa menambah stok barang, memperluas usaha, atau memperbaiki alat produksi. Bahkan, ada yang mulai membuka lapangan kerja baru. Setiap pinjaman yang tersalurkan menjadi energi bagi pertumbuhan ekonomi lokal. Tidak hanya membantu individu, tapi juga komunitas di sekitarnya. Inilah bentuk pemberdayaan sejati. Ketika pembiayaan tak lagi eksklusif, ekonomi pun tumbuh dari bawah, menjalar ke atas dengan lebih adil dan merata.