Gaya Hidup

Mengenal Istilah Doom Spending yang Bikin Gen Z Susah Menabung

Foomer Official – Fenomena keuangan baru yang dikenal dengan istilah doom spending semakin menjadi perhatian, terutama di kalangan generasi muda, seperti Gen Z. Istilah doom spending merujuk pada kebiasaan belanja impulsif yang dilakukan sebagai pelarian dari perasaan stres, cemas, atau bahkan putus asa akan masa depan. Akibatnya, banyak generasi muda yang mengalami kesulitan menabung dan mengelola keuangan dengan bijak.

Apa Itu Doom Spending?

Secara harfiah, doom spending berarti “belanja karena rasa takut atau kehancuran.” Fenomena ini biasanya muncul ketika seseorang merasa tidak memiliki kontrol atas situasi tertentu, baik itu masalah ekonomi, perubahan iklim, atau bahkan ketidakpastian politik. Alih-alih menyimpan uang untuk masa depan, mereka memilih untuk membelanjakannya pada hal-hal yang memberikan kebahagiaan instan, seperti barang fesyen, makanan mahal, atau pengalaman mewah.

Menurut survei terbaru dari sebuah lembaga riset keuangan, lebih dari 60% Gen Z di Indonesia mengaku sering melakukan pembelian impulsif yang tidak direncanakan. Mereka merasa bahwa belanja memberikan kepuasan sementara yang dapat meredakan stres. Namun, pola ini justru menciptakan lingkaran setan yang membuat mereka semakin sulit menabung.

“Baca Juga: Kripto Dibawah Kendali Pengawasan OJK Mulai 12 Januari 2025”

Faktor Pemicu Doom Spending di Kalangan Gen Z

  1. Tekanan Sosial Media
    Sosial media menjadi salah satu pemicu utama doom spending. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube kerap mempromosikan gaya hidup mewah yang membuat banyak Gen Z merasa tertinggal jika tidak mengikuti tren tersebut. Akibatnya, mereka cenderung menghabiskan uang untuk membeli barang-barang yang dianggap “keren” atau “aesthetic.”
  2. FOMO (Fear of Missing Out)
    Ketakutan akan ketinggalan tren atau kesempatan tertentu, yang dikenal sebagai FOMO, juga memengaruhi keputusan belanja. Diskon besar-besaran, promosi terbatas, atau rilis produk eksklusif sering kali menjadi alasan utama mereka untuk berbelanja tanpa pikir panjang.
  3. Ketidakpastian Masa Depan
    Generasi Z tumbuh di tengah berbagai tantangan global, seperti pandemi COVID-19, perubahan iklim, dan resesi ekonomi. Banyak dari mereka merasa masa depan tidak pasti, sehingga memilih untuk menikmati hidup sekarang daripada memikirkan tabungan untuk masa depan.
  4. Pengaruh Sistem Pembayaran Digital
    Kemudahan pembayaran digital seperti e-wallet dan kartu kredit juga turut memperparah kebiasaan doom spending. Dengan hanya beberapa klik, mereka dapat membeli barang tanpa merasakan kehilangan uang secara fisik, sehingga lebih sulit mengontrol pengeluaran.

Dampak Negatif Doom Spending

Kebiasaan doom spending memiliki dampak jangka panjang yang serius. Tidak hanya menyulitkan Gen Z dalam menabung, tetapi juga berisiko membuat mereka terlilit utang. Menurut sebuah laporan keuangan, 45% Gen Z di Indonesia memiliki utang konsumtif yang terus bertambah akibat gaya hidup boros.

Selain itu, doom spending dapat memengaruhi kesehatan mental. Meskipun belanja memberikan kebahagiaan sementara, perasaan menyesal setelah membeli barang yang tidak diperlukan dapat memicu stres tambahan.

“Simak Juga: AI Bantu Pertumbuhan Ekonomi Dapat Capai Target 8%”

Tips Mengatasi Doom Spending

Untuk menghindari jebakan doom spending, ada beberapa langkah yang bisa diambil:

  1. Buat Anggaran dan Catat Pengeluaran
    Membuat anggaran bulanan dan mencatat setiap pengeluaran dapat membantu Gen Z menyadari ke mana uang mereka pergi. Dengan cara ini, mereka dapat memprioritaskan kebutuhan dibandingkan keinginan.
  2. Tetapkan Tujuan Keuangan
    Menetapkan tujuan keuangan jangka pendek maupun jangka panjang, seperti menabung untuk pendidikan, membeli rumah, atau investasi, dapat memberikan motivasi untuk mengelola uang dengan lebih baik.
  3. Batasi Penggunaan Sosial Media
    Mengurangi waktu di sosial media dapat membantu mengurangi tekanan untuk mengikuti gaya hidup konsumtif. Fokuslah pada hal-hal yang memberikan nilai nyata, seperti belajar keterampilan baru atau memperluas jaringan profesional.
  4. Gunakan Sistem Pembayaran Tunai
    Menggunakan uang tunai untuk berbelanja dapat membuat seseorang lebih sadar akan jumlah uang yang mereka keluarkan. Ini juga dapat membantu mengurangi pembelian impulsif.
  5. Evaluasi Pola Belanja
    Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah saya benar-benar membutuhkan ini?” atau “Apakah ini sepadan dengan uang yang saya keluarkan?”

Peran Edukasi Keuangan

Pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi keuangan memiliki peran penting dalam mengatasi fenomena ini. Edukasi keuangan sejak dini dapat membantu Gen Z memahami pentingnya menabung dan berinvestasi. Kampanye literasi keuangan yang menarik, seperti melalui TikTok atau Instagram, juga dapat menjadi cara efektif untuk menjangkau generasi muda.

Sudah saatnya generasi muda mulai bijak dalam mengelola keuangan dan memprioritaskan kebutuhan jangka panjang daripada kepuasan sesaat. Karena menabung bukan hanya soal uang, tetapi juga soal masa depan.