Foomer Official – Lembaga survei Poltracking Indonesia merilis bahwa tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran mencapai 78,1 persen, sementara yang menyatakan tidak puas sebesar 19,3 persen. Survei dilakukan dari 3–10 Oktober 2025 dengan 1.220 responden dan margin of error ±2,9 persen. Dari sudut pandang saya, angka ini menunjukkan bahwa publik secara umum melihat adanya kemajuan namun kritik tetap eksis sebagai sinyal evaluasi.
Alasan Utama Kepuasan Publik
Publik yang puas menyebut beberapa faktor sebagai pendorong: kepemimpinan yang tegas dan berwibawa, bantuan sosial yang dinilai tepat sasaran, program utama seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga stabilitas harga kebutuhan pokok. Saya berpendapat bahwa kombinasi “hasil nyata + narasi kuat” membuat mayoritas publik merasa partisipasi mereka terlihat. Meski demikian, kesadaran bahwa pemerintahan masih harus menjaga momentum juga jelas terlihat.
“Baca Juga : Pertemuan Mendadak di Kediaman Jalan Kertanegara”
Kritik yang Mencuat dari Responden
Meski mayoritas puas, kritik publik tak sedikit. Responden yang tidak puas menyebut faktor ekonomi belum stabil, bantuan yang masih dirasa kurang merata, harga kebutuhan pokok yang tinggi, serta masih kurangnya lapangan kerja. Menurut saya, ini adalah “zona rawan” untuk pemerintahan: ketika ekspektasi tinggi namun realisasi belum sepenuhnya diikuti aksi yang terasa massif oleh publik.
Metodologi & Validitas Survei
Poltracking menggunakan metode multistage random sampling pada 1.220 responden, wawancara tatap muka, dan margin error ±2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 %. Dari kacamata seorang analis, desain survei ini cukup kokoh untuk mengukur opini publik secara nasional. Namun tentunya hasil survei tidak otomatis menjamin trend jangka panjang jika faktor‑faktor eksternal (misalnya global economy, geopolitik) berubah drastis.
“Simak Juga : Raja Charles III: Monarki Inggris Pertama dalam 500 Tahun yang Berdoa dengan Paus”
Dampak Bagi Pemerintah dan Publik
Hasil survei ini memberi “bonus” kepercayaan publik awal kepada pemerintahan Prabowo‑Gibran. Untuk pemerintah, ini momentum untuk memanfaatkan goodwill tersebut sebagai modal kuat. Namun bagi publik sendiri, angka tinggi ini juga menjadi “utang” untuk menjaga agar kepercayaan tidak berubah menjadi kekecewaan. Saya melihat ini sebagai titik kritis: apakah pemerintahan bisa transisi dari kepuasan awal ke legitimasi jangka panjang?
Tantangan ke Depan yang Harus Diantisipasi
Meski tingkat kepuasan tinggi, tantangan besar tetap menanti. Sektor pekerjaan yang belum optimal, inflasi harga kebutuhan pokok, serta tuntutan reformasi birokrasi harus menjadi fokus. Dalam pandangan saya, pemerintahan perlu bergerak lebih cepat dari sekadar “program berjalan” menuju “hasil dirasakan luas”. Jika tidak, angka kepuasan bisa stagnan atau bahkan menurun dalam survei‑selanjutnya.