Foomer Official – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji ulang kuota Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap. Langkah ini diambil menyusul lonjakan permintaan yang signifikan dari rumah tangga dan sektor industri. Banyak masyarakat mulai beralih ke energi terbarukan untuk menekan biaya listrik bulanan. Selain itu, program transisi energi pemerintah mendorong penggunaan panel surya secara masif. Kondisi ini membuat kebijakan kuota sebelumnya dinilai tidak lagi relevan dan perlu disesuaikan.
Sejak dua tahun terakhir, permintaan PLTS atap melonjak hingga lebih dari 300 persen. Banyak perusahaan manufaktur dan bisnis kecil mengadopsi sistem ini untuk efisiensi operasional. Selain itu, masyarakat kelas menengah juga mulai memasang panel surya di rumah mereka. Kenaikan tarif dasar listrik menjadi salah satu faktor pemicu tren ini. Pemerintah sebelumnya telah menetapkan kuota maksimal agar sistem kelistrikan tetap stabil.
“Baca Juga : DOKU dan QRIS Hadirkan Kemudahan Bertransaksi Online”
Beberapa pelaku industri energi terbarukan menilai kebijakan kuota menghambat pertumbuhan sektor PLTS atap. Mereka menyebut sistem pengajuan kuota terlalu birokratis dan membatasi penetrasi teknologi bersih. Selain itu, proses perizinan yang lambat membuat investor kehilangan minat. Dalam beberapa kasus, konsumen harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapat persetujuan pemasangan. Hal ini bertolak belakang dengan semangat transisi energi yang digaungkan pemerintah.
Merespons keluhan tersebut, Kementerian ESDM melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem kuota. Dirjen EBTKE Dadan Kusdiana mengatakan bahwa penyesuaian diperlukan agar permintaan tidak terhambat. Pemerintah juga akan mempertimbangkan kapasitas grid listrik nasional untuk menyerap daya dari PLTS atap. Salah satu opsi yang dibahas adalah meningkatkan kuota tahunan secara bertahap.
“Simak juga: Pertumbuhan Kredit BNI Capai 10% di Kuartal Pertama 2025”
Selain kuota, skema net metering juga ikut dikaji ulang oleh pemerintah. Saat ini, konsumen PLTS atap bisa mengekspor kelebihan daya ke jaringan PLN dan mendapat pengurangan tagihan. Namun, ada usulan untuk mengubah skema agar lebih adil bagi semua pihak. PLN sebagai operator jaringan meminta kompensasi atas biaya infrastruktur yang tetap harus ditanggung. ESDM berjanji akan menyeimbangkan kepentingan konsumen dan penyedia energi dalam revisi aturan.
PLTS atap dinilai memiliki potensi ekonomi yang besar bagi Indonesia. Selain mengurangi ketergantungan pada energi fosil, sektor ini membuka lapangan kerja baru. Banyak pelaku UMKM yang terlibat dalam distribusi, instalasi, dan perawatan panel surya. Jika dikelola dengan baik, sektor ini bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Pemerintah pun gencar mengadakan pelatihan tenaga kerja di bidang energi terbarukan.
Untuk mendorong adopsi PLTS atap, pemerintah tengah menyiapkan berbagai insentif. Salah satunya adalah keringanan pajak untuk konsumen rumah tangga dan industri kecil. Selain itu, ada wacana pemberian subsidi untuk komponen lokal seperti inverter dan baterai. Program pembiayaan dari bank BUMN juga sedang dirancang agar masyarakat bisa mencicil panel surya. Langkah ini diharapkan mendorong pertumbuhan permintaan tanpa harus mengandalkan anggaran negara secara penuh.
Meski menjanjikan, PLTS atap menghadapi tantangan dalam hal integrasi ke sistem kelistrikan nasional. Grid PLN belum sepenuhnya siap menyerap daya dari ribuan titik rumah tangga. Ada risiko fluktuasi daya yang bisa memengaruhi kestabilan jaringan. Oleh karena itu, diperlukan investasi besar pada infrastruktur smart grid dan sistem penyimpanan energi. Pemerintah saat ini menggandeng lembaga riset dan universitas untuk mencari solusi teknis jangka panjang.
Indonesia menargetkan 23 persen bauran energi berasal dari sumber terbarukan pada 2025. PLTS atap menjadi salah satu komponen penting dalam pencapaian target tersebut. Kementerian ESDM menyebut bahwa tanpa revisi kuota, target ini akan sulit tercapai. Oleh sebab itu, percepatan adopsi energi surya menjadi fokus utama dalam RPJMN. Pemerintah optimistis bahwa dengan regulasi yang ramah dan insentif yang tepat, masyarakat akan semakin antusias.