
Foomer Official – Laporan Warga Asia Financial Resilience and Longevity 2025 dari Manulife Wealth & Asset Management menunjukkan perubahan besar dalam cara warga Asia memandang masa tua. Tidak lagi sekadar berharap hidup panjang, masyarakat di Indonesia, Hong Kong, Malaysia, dan Filipina kini menempatkan kualitas hidup sebagai prioritas utama. Perubahan ini muncul seiring meningkatnya usia harapan hidup di kawasan, sehingga banyak orang mulai memikirkan kembali arti “pensiun ideal”. Kemandirian finansial, kesehatan fisik, dan ketenangan mental menjadi pusat perhatian yang semakin kuat. Karena itu, diskusi mengenai pensiun tidak lagi hanya soal tabungan, tetapi juga bagaimana seseorang dapat menjalani usia lanjut dengan bermartabat, aman, dan bebas dari tekanan finansial.
Laporan Manulife menggambarkan perubahan pola pikir yang cukup signifikan. Mayoritas responden di empat negara lebih memilih hidup bermakna dan tetap sehat dibanding sekadar hidup panjang tanpa memperhatikan kondisi fisik. Kurang dari satu dari sepuluh responden menyatakan ingin hidup lebih lama tanpa mempertimbangkan kualitas hidup. Transisi ini menunjukkan tumbuhnya kesadaran bahwa usia panjang tidak berarti apa-apa jika seseorang tidak cukup sehat atau tidak mandiri. Lebih dari sepertiga responden juga mengaku takut menjadi beban bagi keluarga. Karena itu, masa tua yang mandiri secara finansial dan fisik menjadi tujuan yang semakin kuat, terutama bagi masyarakat perkotaan yang mulai merasakan perubahan dinamika keluarga modern.
“Baca Juga : Persahabatan Prabowo dan Raja Abdullah II yang Terjalin Sejak Usia Muda”
Di seluruh kawasan, tiga perempat responden percaya bahwa kondisi finansial sangat memengaruhi kesehatan mereka. Hubungan antara stabilitas uang dan kesehatan mental pun tampak jelas, dengan 85 persen responden menyatakan bahwa kestabilan finansial berdampak langsung pada kenyamanan psikologis saat memasuki masa pensiun. Pandangan ini memperlihatkan bahwa warga Asia semakin memahami pentingnya perencanaan menyeluruh. Tidak hanya soal menabung, tetapi memastikan bahwa pendapatan pasif tetap ada ketika sudah tidak lagi produktif. Dengan demikian, masa tua bisa dijalani tanpa rasa cemas terhadap biaya kesehatan, kebutuhan harian, atau pengeluaran tak terduga lainnya.
Meskipun kesadaran meningkat, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan finansial mereka menghadapi pensiun masih beragam. Hong Kong mencatat tingkat keyakinan sebesar 48 persen, Malaysia 58 persen, Filipina 52 persen, dan Indonesia berada di posisi tertinggi dengan 77 persen. Perbedaan ini mencerminkan variasi budaya, kondisi ekonomi, serta akses informasi finansial di masing-masing negara. Namun, generasi usia 45–54 tahun muncul sebagai kelompok paling pesimis. Kelompok ini berada di tengah beban ekonomi: masih membiayai keluarga sambil memikirkan masa pensiun. Akibatnya, kecemasan terhadap masa tua kian meningkat, menandakan pentingnya edukasi finansial yang lebih intensif bagi kelompok usia paruh baya.
“Baca Juga : Cucu Soeharto Berharap Sang Kakek Raih Gelar Pahlawan Nasional”
Laporan juga mengungkap kebiasaan masyarakat Asia yang masih sangat berhati-hati dalam berinvestasi. Sekitar setengah dari portofolio non-properti masyarakat masih berupa uang tunai. Meski terasa aman, terlalu banyak menyimpan uang tunai justru membuat risiko inflasi semakin besar. Rendahnya literasi keuangan menjadi salah satu penyebab banyak orang enggan mengambil investasi dengan potensi imbal hasil lebih baik. Selain itu, properti yang selama puluhan tahun dianggap sebagai pilar utama pensiun mulai kehilangan daya tariknya. Hanya tiga dari sepuluh responden yang masih menempatkan properti sebagai aset pensiun utama, menandakan pergeseran menuju instrumen yang lebih fleksibel dan likuid.
Calvin Chiu dari Manulife menekankan bahwa masa tua yang bermartabat membutuhkan strategi finansial yang matang. Diversifikasi aset menjadi langkah penting agar pendapatan tetap stabil dan tahan terhadap inflasi. Karena itu, masyarakat perlu mulai mempertimbangkan instrumen pendapatan tetap, reksa dana, atau investasi lain yang lebih produktif. Selain itu, memulai persiapan sejak dini memberi keuntungan besar karena waktu menjadi faktor penting dalam membentuk modal. Transisi dari pola “menabung untuk pensiun” menuju “merencanakan masa hidup panjang” menjadi tahap yang harus dihadapi masyarakat Asia untuk menjaga kesejahteraan di usia lanjut.