Foomer Official – PT Sri Rejeki Isman Tbk, atau Sritex, resmi menutup operasionalnya. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak. Sebanyak 10 ribu karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Pabrik tekstil raksasa ini tak mampu bertahan di tengah krisis industri. Penurunan permintaan global menjadi faktor utama. Biaya operasional yang tinggi juga memperburuk kondisi. Sritex pernah menjadi kebanggaan industri tekstil Indonesia. Namun, kini mereka harus mengakhiri perjalanan panjangnya.
Sritex menghadapi tekanan berat dalam beberapa tahun terakhir. Pandemi COVID-19 menghantam industri tekstil. Permintaan ekspor menurun drastis. Beban utang perusahaan juga semakin membengkak. Sritex kesulitan membayar kewajibannya. Harga bahan baku terus naik. Produksi menjadi semakin mahal. Persaingan dengan produk impor semakin ketat. Barang dari China dan Vietnam lebih murah. Sritex kesulitan bersaing di pasar lokal dan internasional.
“Baca Juga : Huawei Mate X6 Dirilis: Harga dan Spesifikasi Lengkap”=
Penutupan Sritex berdampak besar bagi karyawan. Sebanyak 10 ribu orang kehilangan pekerjaan. Banyak dari mereka sudah bekerja puluhan tahun. Mereka kini harus mencari mata pencaharian baru. Tidak mudah mendapatkan pekerjaan di industri yang sama. Banyak pabrik tekstil lain juga mengalami kesulitan. Pemerintah diminta turun tangan. Program bantuan dan pelatihan kerja menjadi solusi yang diharapkan.
Serikat pekerja menyesalkan keputusan ini. Mereka menuntut hak pesangon dipenuhi. Pemerintah berjanji mencari solusi. Kementerian Ketenagakerjaan akan mengawasi pembayaran hak pekerja. Namun, prosesnya bisa memakan waktu lama. Banyak pekerja khawatir tidak mendapatkan kompensasi layak. Pemerintah juga berencana memberikan bantuan sosial. Tapi, banyak yang menilai ini belum cukup. Karyawan butuh pekerjaan, bukan sekadar bantuan sementara.
“Simak juga: Efek Diet Telur Rebus pada Penurunan Berat Badan Anda”
Kasus Sritex menjadi peringatan bagi industri tekstil. Banyak perusahaan lain mengalami kondisi serupa. Tanpa kebijakan yang tepat, industri ini bisa semakin terpuruk. Pemerintah harus melindungi industri dalam negeri. Regulasi impor perlu diperketat. Produk lokal harus mendapat dukungan lebih besar. Jika tidak, lebih banyak perusahaan tekstil bisa menyusul jejak Sritex.
Penutupan Sritex menandai babak baru bagi industri tekstil Indonesia. Banyak pihak berharap ada solusi untuk menyelamatkan sektor ini. Jika tidak ada perubahan, ribuan pekerja lain bisa menghadapi nasib serupa. Industri tekstil membutuhkan kebijakan yang berpihak pada produsen lokal.