Foomer Official – Pada Jumat pagi (8/11), nilai tukar rupiah menguat signifikan, mencatatkan angka Rp15.632 per dolar AS. Mata uang Garuda ini berhasil menguat sebesar 108 poin atau 0,69 persen dibandingkan perdagangan sebelumnya. Penguatan rupiah ini memberikan optimisme di pasar valuta asing, meskipun mata uang-mata uang lain di kawasan Asia dan negara maju kompak melemah.
Mata uang di kawasan Asia, secara umum, menunjukkan pergerakan negatif pada perdagangan hari ini. Yen Jepang melemah 0,21 persen, sedangkan baht Thailand tercatat turun 0,24 persen. Yuan China juga menunjukkan pelemahan sebesar 0,14 persen, dan won Korea Selatan melemah 0,05 persen. Tidak hanya itu, dolar Singapura mengalami penurunan sebesar 0,17 persen, serta dolar Hong Kong yang sedikit melemah sebesar 0,01 persen.
Peso Filipina menjadi salah satu mata uang yang berhasil menguat, dengan kenaikan 0,44 persen pada pembukaan perdagangan pagi ini. Namun, penguatan peso Filipina tidak cukup untuk menahan penguatan rupiah yang lebih signifikan.
“Baca juga: Bagaimana Lembaga Keuangan Internasional Melihat Ekonomi Indonesia Saat Ini?”
Selain di kawasan Asia, mata uang utama negara maju juga mengalami pelemahan pada hari yang sama. Euro Eropa tercatat melemah sebesar 0,22 persen, sementara poundsterling Inggris menurun 0,19 persen. Franc Swiss juga mengalami penurunan sebesar 0,11 persen, dan dolar Australia melemah 0,28 persen. Dolar Kanada pun tercatat melemah 0,10 persen. Ini menunjukkan tren pelemahan yang meluas di pasar mata uang global pada hari ini, yang memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat.
“Simak juga: Prabowo Bentuk Badan Intelijen Keuangan, Sri Mulyani Ditunjuk Sebagai Komandan”
Penguatan rupiah diperkirakan berasal dari beberapa faktor global, salah satunya adalah sinyal dari The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) yang menyatakan bahwa mereka kemungkinan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps). Pernyataan tersebut datang setelah data inflasi yang lebih terkendali dan berkurangnya tekanan di sektor tenaga kerja. Lukman Leong menjelaskan bahwa meskipun masih ada ketidakpastian di pasar, pernyataan The Fed memberikan dampak positif terhadap pasar keuangan global, termasuk penguatan mata uang rupiah.
Lukman Leong juga menambahkan bahwa ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter di AS sangat memengaruhi sentimen investor. Jika The Fed benar-benar memangkas suku bunga, hal itu dapat memberikan dampak positif terhadap pasar aset risiko, termasuk di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini berimbas pada nilai tukar rupiah yang menguat.
Lukman memprediksi bahwa rupiah akan bergerak dalam kisaran rentang yang relatif sempit, yakni antara Rp15.600 hingga Rp15.750 per dolar AS. Namun, ia menekankan bahwa volatilitas pasar masih cukup tinggi, dan faktor-faktor eksternal seperti kebijakan moneter The Fed dan data ekonomi global akan terus mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah yang terjadi pada akhir pekan ini memberikan harapan bagi pasar Indonesia, terutama bagi sektor-sektor yang bergantung pada kestabilan mata uang. Meskipun demikian, para pelaku pasar tetap disarankan untuk memantau perkembangan kondisi global yang dapat memengaruhi pergerakan rupiah lebih lanjut.
Selain faktor kebijakan moneter AS, pergerakan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh faktor domestik, seperti kebijakan pemerintah Indonesia, perkembangan ekonomi dalam negeri, serta harga komoditas global yang menjadi andalan ekspor Indonesia.