
Foomer Official – Tidak banyak yang tahu bahwa pasar modal Indonesia sudah hadir jauh sebelum kemerdekaan. Berdasarkan catatan resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam laporan Embarking on A New Journey, pasar modal pertama berdiri pada 14 Desember 1912 saat Indonesia masih berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Saat itu, pemerintah kolonial mendirikan bursa di Batavia (sekarang Jakarta) melalui Amsterdamse Effectenbeurs, bursa efek ternama dari Belanda. Bursa ini diberi nama Vereniging voor de Effectenhandel, yang berarti “Perhimpunan Perdagangan Efek”. Di tingkat Asia, Bursa Batavia menjadi bursa efek tertua keempat, setelah Bombay, Hong Kong, dan Tokyo. Dengan berdirinya bursa ini, cikal bakal pasar modal Indonesia resmi dimulai, menandai langkah awal perjalanan panjang dunia keuangan di tanah air.
Pada masa awal berdirinya, Bursa Batavia berfungsi untuk memfasilitasi perdagangan saham dan obligasi milik perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di Hindia Belanda. Perusahaan tersebut kebanyakan bergerak di sektor perkebunan, perdagangan, dan perbankan. Selain itu, bursa juga memperdagangkan obligasi pemerintah daerah serta sertifikat saham perusahaan Amerika yang diterbitkan melalui kantor administrasi di Belanda. Seiring meningkatnya minat masyarakat perkotaan terhadap perdagangan efek, pemerintah kolonial membuka dua cabang baru. Cabang pertama dibuka di Surabaya pada 11 Januari 1925 dan cabang kedua di Semarang pada 1 Agustus 1925. Dengan adanya cabang ini, aktivitas bursa di Hindia Belanda semakin ramai dan menunjukkan peran penting Batavia sebagai pusat ekonomi Asia Tenggara saat itu.
“Baca Juga : Fadli Zon Sebut Raffles sebagai “Perampok Budaya” Indonesia”
Namun, perkembangan tersebut tidak berlangsung lama. Menjelang Perang Dunia II, situasi politik di Eropa semakin tidak menentu. Pada tahun 1939, pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk memusatkan perdagangan efek di Batavia dan menutup bursa di Surabaya serta Semarang. Setahun kemudian, pada 17 Mei 1940, seluruh kegiatan bursa dihentikan setelah Belanda diserang oleh Jerman. Semua efek dan surat berharga harus disimpan di bank yang ditunjuk pemerintah kolonial. Keputusan ini menandai berakhirnya aktivitas pasar modal di era penjajahan. Meski begitu, keberadaan bursa pada masa itu telah meninggalkan warisan penting bagi sistem keuangan Indonesia di masa depan.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, aktivitas pasar modal sempat berhenti total selama lebih dari satu dekade. Baru pada 1951, pemerintah membuka kembali bursa efek di Jakarta melalui Undang-Undang Darurat No. 13 Tahun 1951. Setahun kemudian, aturan tersebut disahkan menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 1952 tentang Bursa. Sayangnya, kondisi politik yang tidak stabil membuat perdagangan efek tidak berkembang pesat. Situasi semakin sulit pada 1958, ketika pemerintah Indonesia menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda melalui UU Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958. Akibatnya, banyak perusahaan asing keluar dari Indonesia dan aktivitas bursa kembali terhenti. Hampir dua dekade lamanya, pasar modal Indonesia seolah mati suri tanpa perkembangan berarti.
Kebangkitan pasar modal Indonesia dimulai pada 10 Agustus 1977. Pemerintah meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta (BEJ) berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976. Peresmian ini menandai era baru bagi dunia keuangan nasional. PT Semen Cibinong Tbk (SMCB) menjadi emiten pertama yang resmi tercatat di bursa. Langkah ini membuka jalan bagi perusahaan lain untuk menggalang dana publik melalui pasar modal. Pemerintah juga mulai memperkenalkan konsep investasi saham dan obligasi kepada masyarakat luas. Pada era 1980-an, kebijakan deregulasi ekonomi membuat aktivitas pasar modal tumbuh pesat. Sejak saat itu, BEJ bertransformasi menjadi pilar penting dalam pembiayaan pembangunan ekonomi Indonesia.
Transformasi besar terjadi pada 2007, ketika Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) resmi bergabung menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Penggabungan ini dilakukan untuk menciptakan sistem perdagangan yang lebih efisien dan terintegrasi. Sejak saat itu, BEI menjadi lembaga utama yang mengatur dan memfasilitasi perdagangan efek di Indonesia. Selain memperkuat struktur pasar, BEI juga berfokus pada edukasi investor, digitalisasi sistem perdagangan, dan peningkatan transparansi. Kini, BEI bukan hanya tempat jual-beli saham, tetapi juga simbol kepercayaan publik terhadap perekonomian nasional. Dengan semakin banyaknya investor ritel, pasar modal Indonesia berkembang pesat dan menjadi salah satu yang paling dinamis di Asia Tenggara.
Sejarah panjang pasar modal Indonesia menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi selalu berjalan seiring dengan dinamika politik. Dari masa Hindia Belanda hingga era modern, pasar modal menjadi saksi perjalanan bangsa menuju kemandirian finansial. Kini, lebih dari seabad setelah didirikan, pasar modal bukan lagi milik kalangan elit. Siapa pun, dari mahasiswa hingga profesional, dapat berinvestasi dan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan hadirnya Bursa Efek Indonesia (BEI), sistem keuangan negeri ini semakin transparan, adil, dan terbuka untuk semua. Dari Batavia hingga Jakarta, dari kolonialisme hingga kedaulatan ekonomi pasar modal Indonesia terus berkembang sebagai bagian penting dari sejarah dan masa depan bangsa.