Foomer Official – Pemerintah Indonesia saat ini sedang mempertimbangkan perubahan subsidi BBM ke BLT. Rencana yang digagas oleh Prabowo Subianto, yang baru dilantik sebagai Menteri Pertahanan, adalah mengalihkan subsidi yang selama ini berbasis produk menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat. Dalam upaya ini, pemerintah berharap dapat menargetkan bantuan lebih tepat sasaran, dengan tujuan agar subsidi yang selama ini dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas bisa dialihkan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Namun, rencana ini memunculkan berbagai pertanyaan dan tantangan, baik dalam hal kebijakan maupun pelaksanaannya di lapangan. Dalam konteks ini, penting untuk mengkaji apakah pengalihan subsidi BBM ke BLT adalah langkah yang tepat dan bagaimana kebijakan ini akan mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.
Pemerintah berencana untuk melakukan perubahan pada skema penyaluran subsidi energi, khususnya subsidi bahan bakar minyak (BBM). Salah satu opsi yang tengah dipertimbangkan adalah mengalihkan subsidi berbasis produk menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat. Rencana ini diusulkan dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Prabowo Subianto, yang baru saja dilantik sebagai Menteri Pertahanan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa ada dua opsi yang sedang dieksplorasi oleh pemerintah sebagai pengganti subsidi BBM, di mana salah satunya adalah BLT. Menurut Bahlil, langkah ini diambil untuk memastikan subsidi energi lebih tepat sasaran, karena selama ini, subsidi BBM justru banyak dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas, termasuk pemilik mobil mewah yang menggunakan BBM bersubsidi seperti Pertalite.
“Kalau kita lihat, banyak orang kaya yang masih ‘meminum’ BBM subsidi. Oleh karena itu, sudah saatnya kita melakukan pembenahan,” ujar Bahlil saat di wawancarai. Dia menambahkan bahwa skema baru ini akan segera diputuskan, dengan harapan dapat memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
“Simak juga: Pertumbuhan Ekonomi Harus Sejalan Komitmen Net Zero Emission”
Terkait kebijakan ini, Ronny P. Sasmita, seorang analis senior dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), menilai bahwa penyaluran subsidi BBM berbasis produk dan BLT adalah dua hal yang sangat berbeda. Dia menjelaskan bahwa peralihan ke BLT mencakup dua kebijakan besar: mencabut subsidi BBM dan mengalihkan anggaran subsidi tersebut untuk kebijakan BLT. Hal ini berpotensi berdampak pada harga BBM yang akan mengikuti harga pasar.
Ronny menyoroti bahwa anggaran untuk BLT biasanya lebih kecil dibandingkan dengan anggaran subsidi BBM yang dicabut. “Jadi, apakah peralihan ke BLT ini tepat atau tidak tergantung sudut pandang. Jika dilihat dari sisi pemerintah yang membutuhkan tambahan anggaran, maka kebijakan BLT lebih tepat karena anggarannya bisa lebih kecil,” ujarnya.
Namun, ia juga menekankan bahwa pencabutan subsidi BBM akan berdampak pada kenaikan harga energi yang akan dirasakan masyarakat secara luas. Berdasarkan perhitungan Ronny, idealnya, BLT yang diberikan untuk mengganti subsidi BBM seharusnya berkisar antara Rp180.000 hingga Rp250.000 per bulan per orang, terutama mengingat dampak kenaikan harga BBM terhadap daya beli masyarakat.
Ronny juga menyoroti pentingnya ketepatan data dalam penyaluran BLT. Dia berpendapat bahwa keberhasilan penyaluran bantuan ini sangat tergantung pada akurasi data penerima. Masalah ini menjadi lebih kompleks mengingat selama ini data dari berbagai departemen sering kali tidak sinkron. “Data yang digunakan untuk penyaluran BLT harus jelas, dan perlu ada kejelasan mengenai infrastruktur yang tersedia untuk mendukung penyaluran,” ujarnya.
Beralih ke aspek praktis, Ronny menegaskan bahwa kesiapan infrastruktur digital pemerintah juga menjadi faktor kunci. Dia mempertanyakan bagaimana pemerintah akan menyalurkan BLT kepada masyarakat yang tidak memiliki rekening bank atau tidak melek teknologi finansial. “Ini semua harus diatur dengan jelas, dan pemerintah harus siap untuk menyusun rencana pelaksanaan yang komprehensif,” imbuhnya.
Intinya, perubahan skema subsidi BBM menjadi BLT ini tidak hanya menyangkut penyaluran bantuan, tetapi juga menyentuh pada aspek kebijakan publik yang lebih luas. Apakah kebijakan ini akan menguntungkan masyarakat atau sebaliknya, masih menjadi pertanyaan yang harus dijawab oleh pemerintah dalam waktu dekat.