
Rupiah Melemah ke Rp16.406 per Dolar AS, Investor Tunggu Hasil RDG BI
Foomer Official – Nilai tukar rupiah dibuka melemah di posisi Rp16.406 per dolar AS pada perdagangan pasar spot, Senin (15/9) pagi. Penurunan ini tercatat sebesar 32 poin atau minus 0,19 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa mata uang Garuda masih menghadapi tekanan eksternal yang cukup kuat, terutama dari dominasi dolar AS di pasar global.
Berbeda dengan rupiah, mayoritas mata uang Asia justru dibuka menguat. Yuan China naik tipis 0,02 persen, sementara yen Jepang menguat 0,05 persen. Bahkan, won Korea Selatan mencatat lonjakan 0,26 persen dan ringgit Malaysia naik 0,44 persen. Sebaliknya, baht Thailand dan peso Filipina justru mengalami pelemahan masing-masing 0,13 persen dan 0,30 persen. Fenomena ini memperlihatkan adanya ketidakselarasan kinerja mata uang regional yang dipengaruhi faktor domestik masing-masing negara.
Mata uang negara maju pun menunjukkan tren beragam. Poundsterling Inggris naik 0,03 persen, franc Swiss bertambah 0,05 persen, dan dolar Australia melonjak 0,12 persen. Namun, euro justru melemah tipis 0,06 persen. Kondisi ini menggambarkan bahwa dolar AS masih menjadi magnet utama di tengah ketidakpastian global, membuat sebagian besar investor menahan diri untuk tidak melepas aset berbasis dolar.
Menurut analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, rupiah berpotensi terkonsolidasi dengan ancaman pelemahan terbatas. Faktor utama yang memengaruhi pergerakan rupiah adalah rebound dolar AS menjelang rapat penting bank sentral. Meskipun tekanan eksternal tinggi, masih ada peluang rupiah bergerak dalam rentang Rp16.350 sampai Rp16.450 per dolar AS.
Selain faktor global, pasar juga mencermati kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyuntikkan likuiditas Rp200 triliun ke lima bank besar di Indonesia. Langkah ini, meskipun dinilai positif untuk memperkuat sektor perbankan, dapat dianggap sebagai pelonggaran moneter. Lukman menilai kondisi ini berpotensi memberikan tekanan tambahan terhadap rupiah karena meningkatkan suplai uang di pasar.
Investor saat ini lebih memilih bersikap hati-hati. Agenda besar pekan ini adalah Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia dan Federal Open Market Committee (FOMC) pada Rabu (17/9). Kedua rapat ini akan memberikan arah kebijakan moneter yang sangat menentukan pergerakan pasar ke depan. Para investor menunggu sinyal apakah BI akan mempertahankan suku bunga acuan atau melakukan penyesuaian untuk menjaga stabilitas rupiah.
Meski tekanan rupiah masih terasa, peluang penguatan tetap ada jika pasar mendapat kepastian arah kebijakan moneter. Jika BI mampu memberikan sinyal positif terkait stabilitas ekonomi domestik, rupiah berpotensi keluar dari tren pelemahan. Namun, tanpa dukungan fundamental yang kuat, volatilitas nilai tukar kemungkinan tetap berlanjut dalam jangka pendek.