Foomer Official – Obat diet berbasis GLP-1 terus menarik perhatian publik karena banyak testimoni viral yang menyebut hasilnya cepat terlihat. Namun, Kemenkes menilai persoalan obesitas tidak bisa diselesaikan hanya dengan tren media sosial. Berdasarkan hasil Cek Kesehatan Gratis (CKG), obesitas kini berada pada lima besar masalah kesehatan yang paling sering ditemukan pada orang dewasa dan lansia. Karena itu, pemerintah memilih untuk mengkaji terapi GLP-1 secara lebih serius. Kajian tersebut dilakukan bersamaan dengan pembaruan Pedoman Nasional Praktik Klinis (PNPK). Selain itu, terapi ini dipertimbangkan bagi pasien yang sudah memiliki penyakit penyerta, seperti gangguan jantung atau kesulitan bergerak. Dengan pendekatan tersebut, pemerintah berharap penanganan obesitas dapat berjalan lebih aman dan terarah.
Peluang Ditanggung BPJS Masih Perlu Proses Panjang
Banyak masyarakat berharap terapi GLP-1 bisa masuk dalam layanan BPJS Kesehatan. Namun, prosesnya tidak sesederhana itu. Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa setiap obat baru harus melewati Health Technology Assessment (HTA). Proses tersebut menilai keamanan, manfaat, dan kelayakan biaya. Selain itu, pemerintah harus memastikan obat tersedia di dalam negeri agar distribusinya tidak terganggu. Kemenkes juga menggandeng banyak ahli untuk menilai penggunaan GLP-1 pada pasien obesitas. Pendekatan ini penting agar keputusan yang diambil tidak hanya mengikuti tren, tetapi benar-benar mempertimbangkan keselamatan masyarakat. Dengan cara tersebut, pemerintah ingin memastikan pelayanan kesehatan tetap adil dan dapat diakses oleh semua kelompok.
“Baca Juga : Diet Vegan untuk Pemula: Sumber Protein Nabati yang Wajib Dicoba“
Efek Samping GLP-1 Masih Jadi Pertimbangan Serius
Meski GLP-1 dikenal sebagai obat diet yang praktis, pengguna perlu memahami efek sampingnya. Dokter Andi Alfian menjelaskan bahwa obat ini membuat pasien cepat kenyang dan menekan nafsu makan. Namun, efek pencernaan sering muncul setelah konsumsi, seperti mual, muntah, dan kembung. Dalam beberapa kasus, obat ini dapat memicu pankreatitis yang termasuk komplikasi serius. Di sisi lain, pasien dengan benjolan tiroid harus menjalani pemeriksaan mendalam. Hal itu penting karena obat ini tidak boleh diberikan bila ada potensi kanker. Selain itu, penghentian obat tanpa pengawasan bisa menimbulkan efek rebound. Berat badan dapat kembali naik dengan cepat. Karena itu, dokter menyarankan penggunaan obat ini hanya melalui konsultasi medis.
WHO Terbitkan Rekomendasi Global untuk Terapi GLP-1
WHO kini mengeluarkan pedoman resmi mengenai terapi GLP-1. Pedoman tersebut disusun karena banyak negara melaporkan peningkatan angka obesitas dalam beberapa tahun terakhir. Tedros Ghebreyesus menjelaskan bahwa obesitas menyebabkan 3,7 juta kematian pada tahun 2024. Angka itu menunjukkan bahwa obesitas bukan sekadar masalah berat badan, tetapi penyakit kronis yang harus ditangani jangka panjang. WHO memberikan rekomendasi kondisional. GLP-1 boleh diberikan untuk terapi jangka panjang pada orang dewasa, kecuali ibu hamil. Namun, pasien tetap wajib menjalani perubahan gaya hidup. Ini meliputi pengaturan pola makan dan peningkatan aktivitas fisik. Dengan cara itu, terapi medis dapat berlangsung lebih efektif dan berkelanjutan.
“Baca Juga : Panduan Diet Paleo: Kembali ke Pola Makan Ala Manusia Purba“
Obesitas Menjadi Tantangan Kesehatan yang Kian Mendesak
Lebih dari satu miliar orang di dunia kini hidup dengan obesitas. Bila tidak ada intervensi kuat, jumlahnya dapat meningkat dua kali lipat pada 2030. Selain berdampak pada kesehatan, obesitas juga menambah beban ekonomi global yang diperkirakan mencapai 3 triliun dolar AS. Indonesia menghadapi situasi yang serupa. Banyak orang dewasa mengalami kenaikan berat badan akibat pola makan yang tidak teratur, makanan cepat saji, dan minim aktivitas fisik. Karena itu, pemerintah melihat pentingnya strategi jangka panjang. Terapi GLP-1 hanya salah satu bagian dari upaya tersebut. Edukasi publik, fasilitas olahraga, dan kampanye perubahan gaya hidup tetap menjadi fondasi utama penanganan obesitas nasional.
Keputusan Pemerintah Masih Menunggu Kajian Mendalam
Menanggapi pedoman WHO, Kemenkes memastikan kajian GLP-1 dilakukan dengan hati-hati. Pemerintah akan menilai semua aspek, mulai dari keamanan hingga pembiayaan. Selain itu, keberlanjutan pasokan obat juga menjadi faktor penting sebelum masuk layanan BPJS Kesehatan. Dengan banyaknya pertimbangan, keputusan akhir tidak akan diambil tergesa-gesa. Masyarakat juga diimbau untuk tidak membeli obat GLP-1 secara online. Penggunaan tanpa pengawasan dapat memicu efek samping yang berbahaya. Pemerintah berharap keputusan yang diambil nanti benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat. Langkah ini diharapkan dapat membantu penanganan obesitas di Indonesia secara lebih menyeluruh.