Foomer Official – Gejala pertama yang dirasakan Sulistia muncul perlahan, membuat keluarganya tak menyadari bahwa tubuh remaja 14 tahun itu sedang memberi sinyal bahaya. Ia mengalami bengkak di hampir seluruh tubuh, disertai mual, muntah, serta sesak napas yang membuatnya sulit tidur. Awalnya dokter di klinik menyebut gejala itu sekadar asam lambung atau gangguan pencernaan ringan. Namun kondisi Sulistia terus memburuk hingga ia akhirnya pingsan dan dibawa ke IGD. Momen itu menjadi titik balik ketika dokter menemukan bahwa fungsi ginjalnya menurun drastis. Dari gejala yang terlihat sepele, ternyata tubuhnya telah lama bekerja keras menahan kerusakan yang semakin parah akibat pola hidup yang tidak sehat.
Perjalanan Diagnosis Menuju Stadium 5
Setelah diperiksa secara menyeluruh, Sulistia dinyatakan mengalami gagal ginjal stadium 5, fase paling berat yang mengharuskan perawatan intensif. Karena usianya masih sangat muda, ia harus dipindahkan ke rumah sakit rujukan yang memiliki fasilitas khusus anak. Kondisinya semakin kritis saat tiba di rumah sakit tersebut. Ia langsung masuk ICU dan tidak sadarkan diri selama dua minggu. Dalam periode itu, dokter mulai melakukan cuci darah rutin untuk menjaga fungsi tubuhnya tetap stabil. Setelah keluar dari ICU, ia kembali dipindahkan ke rumah sakit yang lebih dekat dengan rumah demi memudahkan perawatan. Perjalanan itu menjadi awal dari perubahan besar dalam hidupnya.
“Baca Juga : Apakah Diet Keto Cocok untuk Semua Orang? Ini Kata Dokter“
Pola Makan yang Berperan Merusak Ginjal
Menurut dokter, kebiasaan Sulistia mengonsumsi minuman manis berwarna dan makanan cepat saji menjadi penyebab utama kerusakan ginjalnya. Kandungan garam yang tinggi, gula berlebih, serta minimnya konsumsi air putih membuat ginjalnya bekerja jauh lebih berat daripada seharusnya. Pada remaja, gejala seperti bengkak, mudah lelah, atau sesak sering kali tidak dianggap serius, sehingga kerusakan berlangsung tanpa disadari. Dokter menjelaskan bahwa ginjal bisa tetap berfungsi walau sudah mengalami kerusakan, tetapi ketika memasuki stadium akhir, cairan mulai menumpuk dan menyebabkan kondisi yang mengancam nyawa. Kisah ini menjadi pengingat bahwa pola makan buruk dapat berdampak besar, bahkan pada usia yang sangat muda.
Berjuang Menjalani Rutinitas Cuci Darah
Setelah diagnosis ditegakkan, kehidupan Sulistia berubah total. Ia harus menjalani cuci darah dua hingga tiga kali seminggu, proses yang memakan waktu beberapa jam setiap sesi. Awalnya, tubuhnya sulit beradaptasi. Ia sering menggigil, merasa lemas, dan mengalami nyeri. Selain itu, ia harus mematuhi pembatasan cairan yang ketat. Dalam sehari, ia hanya diperbolehkan minum sekitar 600 ml, termasuk cairan dari makanan berkuah. Pada cuaca panas, rasa haus menjadi tantangan yang berat. Untuk mengatasinya, ia memilih mengunyah es batu atau tetap berada di ruangan ber-AC. Meski berat, ia terus berusaha bertahan demi kesehatannya.
“Baca Juga : Diet Vegan untuk Pemula: Sumber Protein Nabati yang Wajib Dicoba“
Peran Keluarga yang Menjadi Sumber Kekuatan
Di balik perjuangannya, dukungan keluarga menjadi fondasi terkuat bagi Sulistia. Ibunya selalu mendampingi, memastikan ia minum obat tepat waktu, memenuhi jadwal cuci darah, serta menjaga kekuatan mentalnya. Dalam berbagai kesempatan, ibunya berupaya menjaga suasana agar tetap hangat dan penuh harapan. Sulistia mengakui bahwa semangatnya banyak tumbuh dari keluarga yang terus mendorongnya bertahan, khususnya di hari-hari ketika tubuhnya terasa sangat lelah. Ia belajar bahwa kebahagiaan menjadi bagian penting dari proses penyembuhan. Setiap kali merasa sedih, ia mencoba mengingat bahwa dirinya tidak berjuang sendirian.
Pelajaran Penting bagi Remaja dan Orang Tua
Kisah Sulistia menjadi pengingat nyata bahwa penyakit serius dapat menyerang siapa saja, bahkan mereka yang masih sangat muda. Gagal ginjal bukan hanya masalah orang tua, dan pola makan tidak sehat berperan besar dalam memperburuk kondisi tubuh remaja. Karena itu, penting bagi keluarga untuk memantau kebiasaan makan anak, membatasi konsumsi makanan cepat saji, dan mendorong mereka minum cukup air setiap hari. Pemeriksaan kesehatan berkala juga sangat dianjurkan, terutama bila muncul gejala seperti bengkak, sesak napas, atau mudah lelah. Melalui pengalaman Sulistia, banyak orang belajar bahwa pencegahan sejak dini jauh lebih mudah daripada menjalani pengobatan berat di usia belia.