
Foomer Official – Tingginya angka kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali menjadi perhatian nasional. Di tengah meningkatnya jumlah pasien, BPJS Kesehatan menegaskan komitmennya untuk memperkuat sistem jaminan kesehatan nasional demi mewujudkan target zero death dengue 2030. Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS, Lily Kresnowati, menuturkan bahwa kolaborasi lintas sektor kini menjadi kunci utama dalam menghadapi lonjakan kasus. “Kita ingin memastikan tidak ada lagi kematian akibat DBD,” ujarnya dalam Dialog Kebijakan bertajuk Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Indonesia Zero Dengue Death 2030 di Gedung MPR RI, Rabu (5/11/2025).
BPJS Kesehatan kini memperkuat cakupan jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk pasien DBD di seluruh Indonesia. Menurut Lily, peningkatan kasus bukan hanya menambah beban fasilitas kesehatan, tetapi juga berdampak besar pada pembiayaan BPJS. Ia menekankan pentingnya deteksi dini dan pengelolaan kasus di tingkat fasilitas kesehatan agar pasien mendapatkan perawatan cepat dan tepat. “Semakin cepat diagnosis dilakukan, semakin besar peluang pasien untuk sembuh tanpa komplikasi,” ujarnya. Program ini juga menjadi bentuk dukungan terhadap gerakan KOBAR Lawan Dengue, yang mengusung semangat kolaborasi menuju nol kematian akibat DBD pada 2030.
“Baca Juga : Gaya Hidup Mediterania Layak Dicoba Selama 30 Hari“
Lily memaparkan bahwa beban pembiayaan DBD dalam sistem JKN meningkat tajam dalam empat tahun terakhir. Proporsi biaya pelayanan kesehatan untuk kasus DBD telah mencapai 6,08 persen dari total pembiayaan pada tahun 2024. Perbedaan antara diagnosis primer dan sekunder menjadi salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan biaya klaim. “Diagnosis sekunder biasanya membutuhkan perawatan lebih intensif, yang tentu menambah biaya,” jelasnya. Berdasarkan data terakhir, hingga Agustus 2025, 744 ribu kasus telah ditangani BPJS angka yang mendekati total kasus 2024 yang mencapai 1,5 juta.
BPJS Kesehatan memperkirakan pembiayaan untuk penanganan DBD akan terus naik hingga akhir 2025. Dalam proyeksi Lily, jumlah biaya yang dikeluarkan kemungkinan melebihi angka Rp2,9 triliun yang tercatat tahun lalu. Peningkatan ini disebabkan oleh tingginya tingkat rawat inap dan penyebaran kasus di wilayah dengan sistem sanitasi buruk. Meski begitu, BPJS berkomitmen untuk tetap menjamin seluruh peserta yang membutuhkan pelayanan. “Kami tak hanya ingin menanggung biaya, tetapi juga berperan dalam mencegah agar kasus tidak terus meningkat,” ujar Lily menegaskan.
“Baca Juga : Memanggang, Merebus, atau Mengukus,Pilihan Metode Memasak Rendah Lemak untuk Gaya Hidup Sehat“
Untuk menekan laju kasus, BPJS Kesehatan berencana memperkuat sistem pelaporan dan peringatan dini berbasis data terpadu. Kolaborasi dengan Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, dan fasilitas kesehatan primer menjadi fokus utama. Sistem ini akan membantu mendeteksi lonjakan kasus secara real-time sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih cepat. “Kami ingin masyarakat tahu bahwa pencegahan jauh lebih murah daripada pengobatan,” kata Lily. Pendekatan berbasis komunitas juga akan digalakkan, mengingat banyak kasus DBD berawal dari lingkungan yang tidak dikelola dengan baik.
BPJS Kesehatan yakin bahwa target Indonesia nol kematian akibat DBD pada tahun 2030 bisa dicapai melalui kolaborasi dan kesadaran bersama. Program edukasi publik, peningkatan layanan kesehatan primer, serta pengelolaan data lintas lembaga menjadi fondasi utama. “Kami berkomitmen mendukung pemerintah hingga tingkat Dinas Kesehatan daerah,” ujar Lily menutup dialog. Dengan langkah terarah dan gotong royong seluruh elemen bangsa, harapan untuk menghapus duka akibat demam berdarah bukanlah hal yang mustahil.