
Foomer Official – Isu AMDK kembali memanas setelah kunjungan Gubernur Jawa Barat ke sebuah pabrik membuat topik ini viral. Meski demikian, persoalannya jauh lebih tua. Sejak 2003, para akademisi sudah memperdebatkan UU No. 7/2004 yang dinilai terlalu berpihak pada pasar. Karena itulah, pembentukan Panja AMDK seharusnya tidak berhenti pada reaksi publik yang sesaat. Sebaliknya, langkah ini perlu menggali persoalan yang benar-benar memengaruhi kebutuhan dasar masyarakat. Selain itu, diskusi yang selama ini muncul masih berputar pada isu permukaan seperti pajak atau perizinan pabrik. Padahal, di bawahnya ada persoalan yang jauh lebih besar: akses air minum layak yang makin sulit dinikmati warga.
Industri AMDK tumbuh pesat karena masyarakat semakin kehilangan kepercayaan pada kualitas air PDAM. Banyak warga menilai air PDAM tetap tidak aman meski dimasak, sehingga AMDK dianggap solusi paling praktis. Dengan situasi seperti ini, perusahaan AMDK berkembang lebih cepat dibanding perbaikan layanan air minum publik. Karena itu, ketergantungan masyarakat meningkat dari tahun ke tahun. Namun, kondisi ini justru menutupi persoalan besar yang sebenarnya harus dibenahi pemerintah: bagaimana masyarakat bisa mendapatkan air layak minum tanpa harus membeli air kemasan setiap hari. Tanpa perbaikan menyeluruh, masalah akses air akan terus berulang dan membebani keluarga berpendapatan rendah.
“Baca Juga : Makan Sehat Saat Malam Gaya Selebrasi: Cara Baru Menikmati Hidangan Tanpa Rasa Bersalah“
Untuk mengembalikan kepercayaan publik, PDAM pernah meluncurkan program Zona Air Minum Prima (ZAMP). Program ini memungkinkan warga meminum air langsung dari keran. Sayangnya, meski berjalan hampir dua dekade, ZAMP tidak pernah benar-benar populer. Di beberapa daerah, program ini bahkan hilang begitu saja karena kurang pemeliharaan dan sosialisasi. Jawa Timur, misalnya, sudah meresmikannya sejak 2009, tetapi manfaatnya tidak luas. Contoh lainnya terlihat di Semarang, yang telah menyediakan keran air minum sejak 2015, namun tetap tidak menjadi pilihan mayoritas warga. Situasi ini menunjukkan bahwa program yang sebenarnya bermanfaat bisa kehilangan daya guna jika tidak dikelola secara konsisten.
Selain masalah persepsi, akar persoalan ada pada kemampuan PDAM yang terbatas. Banyak PDAM beroperasi dengan infrastruktur tua dan tingkat kebocoran air yang tinggi. Karena itu, kualitas air sering berubah-ubah dan mudah memicu keluhan warga. Di sisi lain, kebutuhan investasi untuk perbaikan jaringan air sangat besar, sementara dukungan anggaran tidak selalu tersedia. Akibatnya, PDAM sering bekerja dalam kondisi darurat dan sulit mengejar standar layanan yang ideal. Dengan memahami hambatan ini, Panja AMDK semestinya menaruh perhatian pada peningkatan kapasitas PDAM, bukan hanya pada industri AMDK yang berada di hilir.
“Baca Juga : Diet Musik: Cara Baru Menemukan Mood dan Selera Makan Lewat Iram“
Meski topik ini jarang dibahas, industri AMDK membawa risiko ekologis yang tidak kecil. Banyak perusahaan mengambil air tanah dalam jumlah besar dari wilayah yang seharusnya menjadi penyangga lingkungan. Pada akhirnya, hal ini memicu penurunan debit air dan konflik antara warga dan perusahaan. Di beberapa daerah, sumur warga mulai mengering dan sungai kehilangan volume airnya. Namun, isu ini sering tertutup oleh perdebatan soal izin atau retribusi. Karena itu, Panja AMDK perlu menempatkan aspek lingkungan sebagai prioritas utama. Tanpa pengawasan ketat, kerusakan sumber air akan menjadi masalah jauh lebih serius dalam beberapa tahun ke depan.
Melihat berbagai tantangan ini, Panja AMDK harus menjadi momentum untuk memperbaiki pengelolaan air minum secara menyeluruh. Langkah DPR tidak boleh berhenti pada isu populer, tetapi perlu menyentuh persoalan hulu seperti kapasitas PDAM, ketergantungan publik terhadap AMDK, dan kerusakan lingkungan di wilayah penambangan air. Dengan pendekatan yang lebih luas dan terstruktur, pemerintah dapat menyusun kebijakan yang benar-benar melindungi hak masyarakat untuk mendapatkan air bersih. Selain itu, koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku usaha juga harus dibangun dengan prinsip keberlanjutan. Jika tidak, krisis air minum dikhawatirkan akan menjadi ancaman baru bagi generasi berikutnya.