Foomer Official – Ultimatum Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menggema kuat setelah ia menegaskan kemungkinan pembekuan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bila tidak ada perubahan signifikan dalam setahun. Suasana tegang itu terasa jelas ketika Purbaya berbicara di hadapan Komisi XI DPR, menyampaikan bahwa masyarakat sudah terlalu lama tidak puas dengan layanan dan integritas lembaga tersebut. Ia bahkan menyebut contoh era Orde Baru ketika Bea Cukai pernah digantikan SGS sebagai bentuk pembenahan total. Purbaya mengatakan bahwa ancaman itu bukan retorika, melainkan langkah serius yang telah ia sampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. Dengan nada tegas, ia memastikan bahwa DJBC harus memperbaiki kinerja demi mengembalikan kepercayaan publik yang semakin terkikis oleh berbagai kasus.
Kasus demi Kasus yang Buat Reputasi DJBC Merosot
Purbaya tidak menutupi kenyataan bahwa Bea Cukai masih memikul citra negatif di mata masyarakat dan bahkan di tingkat pimpinan negara. Ia menyoroti sederet keluhan yang datang dari pelaku usaha hingga pedagang thrifting, termasuk pernyataan kontroversial mengenai biaya meloloskan kontainer pakaian bekas yang disebut mencapai Rp 550 juta. Kasus itu menyeret dugaan keterlibatan oknum pegawai DJBC, memperburuk persepsi publik. Situasi ini mendorong Purbaya mengambil sikap lebih keras, karena menurutnya kondisi tersebut sudah melewati batas toleransi. Ia menilai bahwa lembaga dengan tugas sebesar DJBC seharusnya menjadi garda depan pelayanan publik, bukan justru menciptakan kerumitan dan ketidakpercayaan. Dengan tekanan publik yang terus meningkat, Purbaya merasa perlu bertindak tegas agar lembaga itu benar-benar berubah.
“Baca Juga : Ratu Maxima Apresiasi Program BTN yang Ubah Sampah Rumah Tangga Menjadi Tabungan KPR”
Inspeksi Mendadak yang Membuka Banyak Kejanggalan
Dalam inspeksi ke Tanjung Perak dan Balai Laboratorium Bea Cukai Surabaya, Purbaya menemukan laporan nilai impor yang disebutnya tidak masuk akal. Kunjungan tersebut membuka berbagai kejanggalan yang menunjukkan masih lemahnya pengawasan internal. Ia menyampaikan bahwa beberapa data impor tampak janggal dan tidak sesuai standar normal, memunculkan kecurigaan atas potensi manipulasi. Temuan itu memperkuat alasan mengapa ultimatum perlu diberikan. Purbaya ingin memastikan bahwa DJBC memahami risiko besar bila tidak melakukan pembenahan. Inspeksi ini juga menjadi bukti bahwa pemerintah tidak hanya mengancam dari jauh, tetapi benar-benar turun langsung untuk melihat apa yang terjadi di lapangan. Bagi Purbaya, ini bukan sekadar soal administrasi, tetapi soal integritas lembaga negara.
Tanggung Jawab Besar kepada Presiden Prabowo
Dalam rapat tersebut, Purbaya mengungkap bahwa ia telah berkomitmen kepada Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pembenahan Bea Cukai dalam satu tahun. Ia menyadari beratnya janji itu, namun juga tahu bahwa perubahan harus dimulai dari tekanan yang tepat. Dengan latar belakang ekonomi nasional yang terus berkembang, Purbaya menilai negara membutuhkan lembaga yang bisa mendukung pertumbuhan, bukan malah menghambatnya. Karena itu, ia meminta seluruh pegawai DJBC untuk bekerja sungguh-sungguh. Ia menegaskan bahwa perbaikan ini bukan hanya soal menjaga citra kementerian, tetapi juga menjaga kepentingan negara. Ada harapan besar agar DJBC bisa bangkit menjadi lembaga yang transparan, modern, dan bebas dari praktik buruk yang selama ini membayangi.
“Baca juga : OJK Tetapkan Batas Lima Tahun untuk Rekening Dormant”
Nasib 16.000 Pegawai Jadi Taruhan Besar
Purbaya juga menekankan bahwa risiko pembekuan DJBC bukan ancaman kecil. Bila itu terjadi, sebanyak 16.000 pegawai akan berada dalam ketidakpastian. Ia menyebut angka tersebut untuk memastikan bahwa para pegawai memahami betapa seriusnya ultimatum ini. Menurutnya, perubahan tidak boleh hanya berhenti pada janji, tetapi harus terlihat dalam tindakan nyata. Ancaman itu membuat suasana internal DJBC berubah. Banyak pegawai mulai menunjukkan keinginan untuk memperbaiki kinerja setelah menyadari besarnya risiko yang mereka hadapi. Purbaya berharap kesadaran itu berkembang menjadi budaya baru yang lebih bersih dan profesional. Taruhan besar ini menunjukkan bahwa reformasi Bea Cukai menyangkut nasib ribuan keluarga, bukan hanya reputasi institusi.
Gelombang Harapan Baru untuk Reformasi Bea Cukai
Ultimatum ini memicu diskusi luas tentang masa depan DJBC. Banyak pihak berharap langkah tegas Purbaya dapat membuka jalan bagi reformasi besar-besaran. Dengan meningkatnya tekanan publik, DJBC berada dalam posisi krusial untuk membuktikan bahwa mereka mampu berubah. Purbaya sendiri yakin bahwa momentum ini harus dimanfaatkan untuk membangun lembaga yang lebih akuntabel. Ia menyebut bahwa pembenahan bukan hanya kebutuhan, tetapi keharusan bagi negara yang ingin maju dan dipercaya. Dalam momen yang penuh tantangan ini, publik menunggu langkah konkret berikutnya entah itu perbaikan besar atau langkah drastis yang mungkin mengguncang struktur DJBC. Apa pun hasilnya, satu hal jelas: ultimatum ini telah menjadi babak baru dalam perjalanan reformasi pelayanan publik Indonesia.