Foomer Official – Ketika Rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS), semakin banyak warga Indonesia yang memilih untuk menyimpan dan berinvestasi dalam bentuk dolar. Keputusan ini dipicu oleh ketidakstabilan ekonomi global dan kondisi rupiah yang terus terdepresiasi, menjadikan dolar AS sebagai pilihan yang menarik bagi masyarakat Indonesia yang ingin menjaga nilai kekayaan mereka.
Bank Indonesia (BI) melaporkan pada 22 November 2024 bahwa angka uang beredar dalam arti luas (M2) pada Oktober 2024 mencapai Rp9.078,6 triliun, tumbuh sebesar 6,7% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan ini menunjukkan perlambatan, lebih rendah dibandingkan dengan 7,2% pada periode sebelumnya. Perlambatan ini turut mencerminkan kecenderungan masyarakat yang kini lebih memilih instrumen keuangan lainnya, terutama yang berbasis mata uang asing.
Salah satu indikator utama yang menunjukkan perubahan ini adalah pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh lebih lambat. DPK hanya tumbuh sebesar 6% yoy pada Oktober 2024, jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh 6,7% yoy. Di sisi lain, giro, salah satu instrumen simpanan yang dapat diakses kapan saja, mengalami penurunan pertumbuhan yang cukup signifikan, dari 8% yoy pada September menjadi hanya 5,5% yoy pada Oktober 2024.
“Baca juga: 5 Tanda Ekonomi Indonesia Sedang Dalam Bahaya, Wajib Waspada!”
Salah satu fenomena menarik dalam data perbankan adalah kenaikan simpanan berjangka, khususnya yang berbasis valuta asing (valas). Simpanan berjangka valas mencatatkan lonjakan signifikan, dari Rp323,4 triliun pada September 2024 menjadi Rp335 triliun pada Oktober 2024, atau meningkat sebesar 12,7% yoy. Hal ini menunjukkan betapa tingginya minat masyarakat Indonesia terhadap dolar AS, yang dipandang lebih aman dan menguntungkan di tengah ketidakpastian ekonomi.
Kenaikan ini juga seiring dengan kecenderungan masyarakat yang memanfaatkan penguatan dolar AS untuk mendapatkan keuntungan ganda. Imbal hasil dari simpanan berjangka dolar AS serta capital gain dari apresiasi nilai tukar dolar yang menguat terhadap rupiah. Fenomena ini juga mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap dolar yang lebih stabil dibandingkan dengan rupiah yang terus tertekan.
“Simak juga: Faktor Penyebab Rupiah Melemah: Penjelasan Bos Bank Indonesia”
Penguatan dolar AS terutama terjadi pasca pemilu AS 2024, di mana Donald Trump memenangkan kursi presiden. Trump yang kembali terpilih, diperkirakan akan menerapkan kebijakan tarif perdagangan yang tinggi, berpotensi menyebabkan inflasi di AS meningkat. Situasi ini memberikan sinyal bagi pasar global, termasuk Indonesia, bahwa rupiah akan semakin tertekan. Selain itu, The Fed, bank sentral AS, diprediksi akan kesulitan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat, yang semakin memperburuk kondisi rupiah.
Pelemahan rupiah pada Oktober 2024 tercatat sebesar 3,67%, yang merupakan penurunan terburuk sejak Maret 2020. Dalam periode tersebut, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami koreksi terbesar dalam empat setengah tahun terakhir. Hal ini menambah ketidakpastian ekonomi domestik. Ketika Rupiah terpuruk, masyarakat Indonesia malah lebih cenderung mengalihkan simpanan mereka ke dolar AS. Yang dianggap lebih aman dan menguntungkan di tengah fluktuasi rupiah yang tajam.
Dengan semakin menguatnya dolar AS dan ketidakpastian yang melingkupi pasar global. Fenomena warga Indonesia yang memilih untuk “numpuk dolar” seakan menjadi strategi cerdas untuk menghindari dampak buruk dari pelemahan rupiah.